Jumat, 22 November 2013

Komunitas Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI)


“ Berwisata Sembari  Beredukasi ” 

Menjaga kelestarian alam sudah menjadi kewajiban bagi setiap manusia di muka bumi, karena alam merupakan titipan yang maha kuasa kepada manusia sehingga harus di jaga dan di rawat demi terciptanya keseimbangan kehidupan,  namun sayangnya di antara masyarakat masih banyak di temukan orang orang yang tidak peduli menjaga lingkungan salah satunya dengan membuat sampah ke sungai, menebang pepohonan, dan lain lain . Maka atas dasar itulah, para generasi muda yang peduli akan lingkungan membentuk Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI).

Sejak di dirikan pada 10 Oktober 2010, komunitas KOPHI ini terus mengkampanyekan gerakan menyadaran dengan berbagai macam bentuk kegiatan bagi masyarakat agar lebih peduli menjaga kelestarian lingkungan. Para anak muda yang umumnya didominiasi oleh mahasiswa terus berdatangan dari berbagai macam kampus yang ada di medan dan bergabung menyatukan visi untuk membangun gerakan kepedulian lingkungan. Seperti baru baru ini bertepatan dengan hari air internasional, mereka menggelar kunjungan wisata sekaligus edukasi ke Danau Linting Kabupaten Deli Serdang. 

Saat di danau linting, kami memungut sampah, sekaligus memeberikan penyadaran kepada para pedagang dan juga pengunjung” kata Ketua KOPHI, Saddam Azhar Pasaribu

Memilih Danau Linting untuk di jadikan tempat wisata edukasi, Saddam menjelaskan karena lokasi Danau Linting sudah mulai banyak di kunjungi oleh masyarakat, apalagi jaraknya tidak begitu jauh dengan kota Medan. Namun sayangnya banyak pengunjung yang belum peduli akan kebersihan, sehingga sekitar danau tampak kotor, baik itu sampah makanan yang datanya dari pengujung maupun pedagang sendiri.

“ Awalnya kami sempat di marahain sama salah seorang masyarakat, dibilangnya kok kami peduli dengan kebersihan, sementara warga sekitar dengan kondisi banyaknya sampah di sekitar danau tidak begitu complain,” katanya menceritakan.

Akhirnya setelah di jelaskan, masyarakat tersebut pun mau menerimanya, dan anggota KOPHI pun terus memungut sampah yang berserakan sekaligus memasang spanduk himbauan untuk tidak membuat sampah sembarangan, karena tong sampah yang minim, KOPHI juga menyediakan sampah di sekitaran Danau Linting.

“Kami menyebutkan, berwisata sambil beredukasi memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk peduli menjaga kebersihan lingkungan” kata Mahasiswa semester akhir jurusan Matematika Unimed ini.

Selain itu, komunitas ini juga kerab memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada para generasi muda khusunya pelajar di SMA Negeri dan Swasta di Medan. Adapun beberapa materinya antara lain mengkampanyekan untuk tidak merokok dan bagaimana menerapkan pola hidup sehat dengan menjaga kelestarian lingkungan. Komunitas ini juga menyoroti menjelang pemilihan umum 2014, sudah banyak terpampang paku dan papan dari para Calon Legislatif yang terpasang di pepohonan di kota Medan.

“ Kami juga berencana akan melakukan aksi cabut paku di pohon, karena keberadaan paku tersebut menganggu petumbuhan pohon serta merusak estetika kota” katanya.

Dirinya pun mengakui kesadaran masyarakat kota Medan untuk peduli terhadap lingkungan masih minim, oleh sebab itu komunitas KOPHI yang beranggotakan 63 orang ini terus mengkampanyekan gerakan penyadaran akan lingkungan. rholand muary



Senin, 18 November 2013

Komunitas Para Pereka Oelang Sedjarah

"Ingin Lestarikan Nilai Sejarah"

Ada berbagai macam cara untuk mencintai sejarah perjuangan para pejuang kemerdekaan. Seperti yang dilakukan sekelompok orang ini. Berawal dari kecintaan akan sejarah bangsa dan kebudayaan Indonesia, mereka membentuk Komunitas Reenactors atau Pereka Oelang Sedjarah. Dalam melakukan reka ulang sejarah, Komunitas Reenactors melakonkan aktor aktor sejarah, mulai dari pahlawan, penjajah, perawat, hingga rakyat dengan menggunakan seragam (uniform). Menariknya, karakter dibuat mirip aslinya. Tak ketinggalan juga makanan yang disajikan merupakan makanan zaman dulu. 

Founder & CEO Medan Reenactors Andri Wahyu mengatakan, Reenaactors atau Pereka Oelang Sedjarah awalnya lahir di Amerika Serikat, dimana para Reenactors di sana melakonkan peristiwa sejarah perang saudara. Di Indonesia, Komunitas Reenaactor sudah berkembang di beberapa kota. Seperti Yogyakarta, Bandung, dan Surabaya. Untuk Medan sendiri, baru dibentuk 20 Agustus lalu. 

“Medan Reenactors juga dapat dikatakan sebagai museum hidup, karena yang kita lakonkan peristiwa sejarah sebagaimana aslinya “ kata Mas Andri, demikian sapaannya. Mas Andri menuturkan, setiap anggota Komunitas Reenactors memiliki kode etik, di antaranya harus memakai uniform, senapan yang asli (autentik).
 



“Manfaatnya untuk kami sendiri. Kami lebih mencintai Tanah Air sebagai seorang pejuang, maka kami bertanggung jawab juga menyampaikannya kepada masyarakat,” ujar ayah satu anak ini. Menurut Andri, dalam proses melakonkan sejarah ini merupakan pendidikan yang lebih efektif dan tidak monoton ketimbang banyak belajar di kelas atau mengunjungi museum.

Untuk mendapatkan perlengkapan sejarah yang asli, tak sedikit anggota mengeluarkan kocek besar, karena barang-barangnya harus diimpor dari luar negeri. Saat ini, Komunitas Medan Reenactors memiliki 36 anggota dari berbagai macam latar belakang profesi, dan tidak memandang suku agama.

Ada beberapa kegiatan rutin yang dilakukan Medan Reenactors. Di antaranya touringakhir pekan dengan sepeda onthel, diskusi sejarah bersama veteran dan dosen sejarah, fotografi dan teatrikal, serta melakukan adegan peperangan dengan latar bangunan bersejarah.
Rholand Muary



Jual Motor Tua



Mau beli Motor Tua, ini Ada Jenisnya :D

 # zb31 tahun 1954 350 cc, Harga 60 jt/Nego ..

 # BSA  b31 tahun 1953 350 cc Harga  60 jt/Nego

 Kalau Mau Motor Besar, Juga Ada,  kawasaki en 400 cc tahun 1996 udah Modif Chopper, dijual 38 juta/Nego

Silahkan Hubungin, Boy Iskandar Warongan  08116150355

Minggu, 17 November 2013

Mahasiswa Pecinta Sepeda (Macida) UMA Goes Sampai Jogjakarta

“ Mulai dari Modal 1,2 juta, Dibilang Gila, Hingga Tidur Pun di Sel ! ” 

Mengayuh sepeda keliling kota Medan saat pagi ataupun sore sudah menjadi hal biasa, namun jika mengayuh sepeda sampai ke Jogjakarta dengan membutuhkan waktu berbulan bulan tentu diangkap pekerjaan gila dan cari mati, namun itu pulalah yang sudah di lakukan oleh Komunitas Mahasiswa Pecinta Sepeda (Macida) UMA.

Sejak terbentuk pada tahun 2012, komunitas sepeda ini tidak hanya sebagai ajang gagahan memamerkan sepeda yang di miliki, namun juga mempunyai pesan sosial untuk mengkampanyekan penghijauan dengan menggunakan sepeda, karena menurut komunitas ini, penghijauan tidak hanya dengan melakukan aksi tanam pohon, namun juga dapat dengan membudayakan naik sepeda sebagai sarana transortasi alternatif untuk mengurangi gas emisi yang tinggi yang umumnya hasilkan oleh kenderaan bermotor.

“ Kenderaan bermotor merupakan salah satu penyumbang gas emisi terbesar yang dapat merusak lingkungan, maka kami mengajak masyarakat untuk membudayakan naik sepeda atau berjalan kaki, jika jarak tempuhnya hanya 1 KM saja, ini sebagai bentuk kepedulian lingkungan” kata Agus Budianto, Pembina Komunitas Macida UMA dikampusnya

Karena Jogjakarta sebagai kota yang membudayakan masyarakat naik sepeda, maka dari situ lah, Agus bersama rekannya Mualimun memberanikan diri untuk mengayuh sepeda nya sampai ke Jogjakarta,  melintasi beberapa provinsi sekaligus mengkampanyekan penghijauan dengan sepeda pada Juli 2012 lalu. Dengan mengambil tema Expedition Go Green With Our Bike , mereka berdua dengan membawa perlengkapan  dan uang saku seadanya berangkat menelusuri daerah yang menjadi rute di  lintasi tak lupa bendera putih yang berisikan pesan kampanye dan bendera merah putih di sangkutkan berdiri tegak di belakang sepeda. 

“ Kami berdua cuma bawa uang 1,2 juta , dan itu pun pake uang pribadi, sempat minta bantuan sana sini, namun niat kami dianggap gila dan kurang kerjaan, tapi kami tetap jalan karena niat kami sudah bulat” cerita Agus mahasiswa Fisip UMA ini.

Memulai perjalanan melintasi daerah dan bertemu banyak masyarakat dengan berbagai macam karakter dan budaya, memberikan sejuta pengalaman yang menarik untuk di kenang. Apalagi perjalanan tersebut memasuki masa bulan Ramadhan sehingga mengharuskan keduanya untuk berpuasa.

“ Pengalaman menariknya, kita bisa bertemu banyak masyarakat, dan mereka juga lah yang banyak membantu kami, baik itu menyediakan makanan, uang serta tempat tinggal” kata Agus yang juga mantan Gubernur FISIP UMA ini.

Selain menjumpai masyarakat, mereka pun selalu berusaha menjumpai kepala daerah setempat, untuk dapat menyampaikan isi dari kampanye mereka, tak sedikit selama perjalanan ada kepala daerah yang mendukung, ada pula yang enggan menjumpai. Sementara Untuk mendapatkan tempat tinggal melepas lelah perjalanan, mereka pun biasa tinggal di rumah warga, mesjid bahkan di Polsek. 

“ Kami juga pernah numpang tidur di Polsek Air Batu, Asahan, namun karena tempat gak ada, kami jadinya tidur di dalam sel, begitu juga kami pernah tidur di SPBU Jakarta, terus kami di usir penjaganya ” katanya.

Singkatnya, dalam perjalanan ke Jogja yang menempuh waktu selama dua bulan, membuat kondisi fisik mereka sempat sakit, keduanya pun pernah jatuh sakit terserang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) karena banyak menghirup debu di jalanan, namun karena tekad yang kuat dan perhatian dari masyarakat dan mahasiswa setempat, akhirnya mereka kembali sehat dan melanjutkan perjalanan kembali dan tiba di Jogjakarta dalam keadaan sehat.

“ Badan kurus, kulit sampai keleng, sepeda yang kami naik masing masing dua kali ganti ban dalam dan luar, totalnya dua bulan kami sampai ke Jogjakarta” katanya lagi.

Begitu sampai di Jogja mereka pun bertemu dengan tokoh masyarakat Jogjakarta begitu juga dengan akademisi dari UGM, mereka pun mendukung apa yang menjadi kegiatan kami. Dan saling bertukar informasi mengenai budaya masing masing.

Setelah puas selama enam hari di Jogjakarta, mereka berdua pun pulang dengan menggunkan kereta api dan pesawat, sepeda mereka di paketkan langsung ke Medan, di Jogjakarta mereka pun banyak mendaopatkan bantuan materi termasuk dari kampus UMA sendiri.
Sementara itu, Mualimun yang kini menjabat sebagai Ketua MAcida UMA menceritakan setelah pulang ke Medan, secara perlahan komunitas sepeda ini mulai di gemari, bahkan pada Desember 2012 mereka kembali menjajal Medan – Sabang dengan membawa anggotanya perempuan naik sepeda

“ Baru baru ini pada Oktober 2013 kami juga telah konvoi mengelilingi pulai Samosir.” Kata Mahasiswa Administrasi Negera FISIP UMA ini. 

Rencana komunitas ini tidak hanya berekspedisi sampai dikota  Jogjakarta saja , namun juga berencana Touring mengelilingi seluruh pulau yang ada di Indonesia bahkan sampai keluar negeri. Selain itu juga rutinitas dari komunitas ini antara lain melakukan penanaman bibit mangrove serta touring di sekitaran kota Medan dan sekitarnya. Rholand Muary

Fashion Desainer dan Peluang Usaha.


" Bisnis Menggiyurkan"

Perhelatan Miss World 2013 yang lalu menjadi daya tarik sendiri bagi perancang tata busana (desainer)  muda asal Indonesia untuk merancang gaun para kontestan untuk di tampilkan di ajang bertaraf internasional ini. Berkat kegigihan serta kompetensi yang di miliki dari masing masing perancang ,130 kontestan dari berbagai negara ikut memuji dan mendapatkan tempat di hati para kontestan dari hasil karya desainer asal Indonesia.

 
Beranjak dari sana, pertumbuhan fashion design di berbagai Kota di Indonesia di harapkan terus meningkat dan berinovasi sesuai dengan perkembangan zaman , agar cipta karya anak bangsa dalam bidang busana fashion  tidak kalah ketinggalan dengan desiner desainer ternama dari luar negeri. Sekaligus juga sebagai ajang mempromosikan kebudayaan bangsa Indonesia. Lantas bagaimana perkembangan fashion di kota Medan?

Perkembangan fashion di kota Medan sendiri masih dapat di katakan kalah pamor dengan perkembangan fashion di kota kota lain di Indonesia, seperti di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Meskipun begitu, tidak sedikit pula, desainer ternama di ibu kota awalnya banyak merintih karir di kota Medan. Salah satu gudangnya untuk menciptakan desainer di kota Medan yakni berasal dari kampus Universitas Negeri Medan yang memilki program studi (Prodi) Tata Busana di bawah naungan fakultas teknik. 

Sejak didirikan pada tahun 1974, Prodi ini telah banyak menghasilkan lulusannya yang sejalan dengan disiplin ilmu yang di pelajari di kampus, adapun visi misi dari program studi ini yakni mempersipakan lulusannnya menjadi guru tata busana yang profesional baik itu dalam pendidikan formal maupun non formal serta mewirausahakan bidang tata busana atau dengan kata lain mencetak desainer muda yang berbakat.

Ketua Prodi Tata Busana Unimed, Nurmaya Napitupulu mengatakan minat masyarakat untuk perkembangan fashion tata busana semakin lama semakin meningkat, hal ini di tandai dengan animo mahasiswa baru yang masuk ke prodi tata Busana tiap tahunnya semakin meningkat, tidak hanya perempuan namun dari pria juga ada pertambahan.

“ Minat masyarakat untuk perkembangan tata busana semakin meningkat, menurut saya ini karena trend fashion juga ikut berkembang dan punya peluang usaha yang menjanjikan” ujar Nurmaya 
Nurmaya mengakui sebelumnya, mayoritas peminat jurusan tata busana ini berasal dari siswi sekolah kejuruan, namun sekarang sudah berimbang dengan lulusan sekolah umum. Tak heran juga peminat dari kejuruan ini di jadikan sebagai second class, namun berkat dukungan oleh pemerintah, kejuruan sekarang menjadi prioritas untuk menghasilkan lulusan yang siap pakai di dunia kerja dan usahawan. Maka tidak sedikit lulusan tata busana yang akhirnya menjadi guru serta membuka usaha sendiri baik itu membuka butik atau usaha konveksi. 

“ Untuk tata busana di Unimed ini ada tiga konsentrasi ilmunya yakni, desainer, produksi dan handycraft dan semuanya saling bersinergi untuk membentuk kompetensi ilmunya  ” katanya.

Untuk memamerkan hasil karya mahasiswa tata busana Unimed ini, setiap tahunnya kampus Unimed menggelar ajang pameran dan peragaan busana yang di tampilkan kepada seluruh mahasiswa Unimed dan juga masyarakat banyak, agar tata busana itu tidak dipandang sebelah mata, karena juga memerlukan skill dan kompetensi yang ikut disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Bagi nurmaya sendiri, berbusana itu tidak hanya sekedar memakai pakaian namun juga menunjukkan kepribadian.

“ Berbusana itu, berhubungan dengan kepribadian, jadi bagaimana busana yang di pakai itu membuat pribadi kita nyaman , serta tampil percaya diri” kata ibu yang sudah mengabdi selama 34 tahun ini.

Mengenai tata busana daerah di Sumut sendiri, Nurmaya juga mengakui masyarakat sudah banyak kehilangan pengetahuan tentang busana asli daerah yang umumnya di gunakan untuk acara acara adat seperti pernikahan, pesta dan lain sebagainya yang saat ini telah banyak di modifikasi, maka dari itu dirinya pun menuntun mahasiswa untuk menciptakan busana tidak hanya berkiblat pada ibu kota dan  luar negeri melainkan juga mengetahui asal usul busana daerah sendiri. 

“ Sumatera Utara itu berbagai macam suku budayanya, maka berbagai macam pula busana daerah yang dimiliki, pengetahuan tentang busana daerah juga penting agar kebudayaan kita tidah hilang “ katanya.

Begitu juga di sampiakan oleh Dosen Tata Busana Unimed sekaligus desainer kota Medan, Nining Tristanty yang mengatakan perkembangan fashion desainer di kota Medan masih banyak di pengaruhi oleh perkembangan fashion dari ibu kota, hal ini di karenakan, kota Medan sendiri belum memberikan media yang serius untuk memamerkan hasil karya desainer asal kota Medan sendiri.

“ Kalau di Jakarta, Bandung itu kan ada pergelaran terbuka sendiri seperti pentas karnaval di jalan serta ada juga fashion show yang rutin di gelar, jadi ada medianya untuk desainer untuk mengasah bakat yang akan di tampilkan dalam ajang yang bergengsi” kata Nining.

Untuk kota Medan sendiri, Nining belum melihat ada perkembangan yang signifikan untuk memamerkan produk produk desainer muda asal kota Medan, sehingga banyak di peruntukkan untuk usaha pribadi masing masing. Hal ini juga membuat perkembangan desainer kota Medan belum muncul kepermukaan di bandingkan desainer kota kota lain.

“ Kalau saya melihat, desainer kota Medan ini punya bakat tidak kalah dengan yang lain , namun belum ada saja salurannnya untuk berekpresi di ruang yang lebih luas agar  di pamerkan hasil karyanya kepada masyarakat banyak ” kata Nining yang juga punya sekolah desainer d Medan ini.

Menurut Nining, hal ini tidak terlepas dari pemerintah untuk lebih peduli terhadap perkembangan desainer di sumut dan Medan khususnya dengan memberikan ruang sendiri untuk memamerkan hasil karya cipta busana , bukan hanya sebagai memoentum pelengkap atau sebagai ajang pameran yang sifatnya seremonial saja serta menagment tidak terkonsep dan tidak terbuka 

“ Jika pemerintah daerah serius peduli dengan perkembangan desainer, saya optimis Medan juga akan menjadi kiblat fashion tidak hanya Jakarta dan bandung” ucapnya.

Maka dalam mewujudkan hal tersebut, di perlukan kepedulian pemerintah, serta organisasi yang menaunginya yakni Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), perguruan tinggi untuk saling bekerja sama mewujudkan dunia fashion di kota Medan.

Sementara itu, Salah seorang mahasiswa Tata busana Unimed, Yulita Sarikoto menjelaskan, awalnya dirinya tidak tertarik untuk memasuki jurusan tata busana Unimed karena pilihan pertamanya adalah Akuntansi, 

“ Awalnya saya gak begitu tertarik dengan jurusan tata busana, karena saya ingin jadi akuntan” kata Yulita yang juga keder HMI FT Unimed ini. 

Karena tidak tertariknya dengan jurusan ini, Yulita pun sempat berniat untuk pindah kuliah di kampus lain, namun setelah di jalanin dan memiliki bakat , dirinya mulai suka dan serius menekuni bidang tata busana.

“Saya jadi pengen desainer, karena punya peluang bisnis yang menjanjikan, dan Alhamdulillah, cita cita saya juga di dukung oleh keluarga” kata mahasiswa semester 5 ini.
Untuk inspirasinya mendesain busana, Yulita banyak belajar pada perkembangan fashion dari internet serta membaca majalah fashion. Jika ada masyarakat yang ingin di desainkan bajunya, Yuli dengan percaya diri mengatakan mampu.

“Kalau ada yang pengen di buatkan baju, saya sudah bisa buatkan” tuturnya.
Rholand Muary

“Sumut Paten” dalam Analisa Wacana Kritis

Sumut Paten, kini sudah menjadi jargon politik dan ciri khas dari Gubernur Sumatera Utara, Ir. HT. Erry Nuradi, M.Si. Dalam berbaga...