Senin, 15 Mei 2017

“Sumut Paten” dalam Analisa Wacana Kritis




Sumut Paten, kini sudah menjadi jargon politik dan ciri khas dari Gubernur Sumatera Utara, Ir. HT. Erry Nuradi, M.Si. Dalam berbagai kesempatan dalam acara-acara formal birokrasi maupun dalam kegiatan-kegiatan santai dalam berbagai kesempatan. Sumut Paten dalam sudut pendang kebijakan publik dapat menjadi simbol pelayanan publik karena Erry Nuradi melalui salah satu program kerjanya meluncurkan Sistem Pelayanan Perizinan Terpadu Efektif dan Efesien (Simpel Paten) sebagai usaha dalam meningkatkan pelayanan publik, namun dalam sudut padang politik “Paten” juga diartikan sebagai “Pak Tengku Erry Nuradi” yang merupakan singkatan namanya agar lebih mudah didengar (easy listening) oleh semua kalangan masyarakat, sungguhpun kita tidak mengetahui secara pasti apakah ini merupakah suatu kebetulan atau didesain sedemikian rupa dalam kepentingan pemilihan Gubernur Sumut tahun 2018 mendatang.

Dalam tulisan ini saya mencoba menganalisis wacana ‘Sumut Paten” dalam pendekatan analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dengan prinsip objektif agar menjadi kerangka berfikir dalam diskusi-diskusi politik yang semakin hangat menjelang pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara tahun 2017. Sumut Paten tidak hanya dimaknai sebagai jargon politik namun harus di benturkan dalam kehidupan sosial, budaya, pelayanan publik, bebas korupsi dan pungli, pendidikan dan lain-lain, yang saat ini menjadi isu-isu yang hangat diperbincangkan masyarakat Sumatera Utara.

Kata “Paten” menjadi kata yang mudah untuk didengar, karena sesungguhnya arus “Modernisasi” dan “Perkotaan” sudah mulai kehilangan kata paten tersebut, sontak beberapa rekan ketika mendengar kata paten, yang dibayangkan mereka adalah percakapan dalam kehidupan zaman dahulu yang umumnya dipusatkan pada kawasan pedesaan dan perkampungan yang jauh dari hiruk pikuk keributan. Padanan kata paten dimaknai sebagai kata yang serupa dengan bagus, baik dan sebagai bentuk ungkapan perasaan kepada orang lain, tak heran dalam simbol gerak tangan (hand gesture) paten disimbolkan dengan sikap mengangkat tangan dengan jempol keatas. Sikap ini juga selalu ditunjukkan oleh gubernur Sumut dalam acara-acara nya yang diakhiri dengan sesi foto bersama.

Gubernur Sumatera Utara, HT Erry Nuradi bisa jadi belum menjadi gubernur yang diidolakan masyarakat, karena masyarakat Sumut tentunya masih mempunyai ingatan yang jelas terhadap jejak rekam Gubernur Sumut sebelumnya yang berakhir di penjara, yakni Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho dalam skandal korupsi, alih-alih terbebas dalam wacana korupsi, Erry Nuradi juga disebut-sebut masuk dalam pusarat korupsi kendati hingga saat ini belum ada ditemukan indikasi tersebut, meskipun beberapa kali istrinya menjadi saksi kasus kurupsi. 

Analisa Wacana Kritis
Jargon politik “Sumut Paten” dalam menafsiran analisa wacana kritis bisa menjadi wacana untuk mengenyampingkan bahkan melupakan sejenak kasus-kasus korupsi yang ada di Sumatera Utara. Tentunya Erry Nuradi berharap gagasan “Sumut paten” menjadi simbol politik agar kepemimpinannya dalam berjalan terus dan dibawah kepemimpinannya Sumut menjadi propinsi yang lebih unggul dalam segala sektor dibandingkan propinsi lainnya.

“Sumut Paten” sebenarnya dapat disandingkan dengan jargon politik Presiden RI, Joko Widodo dengan istilah “Revolusi Mental”. Mengutip kaca mata Gramsci, revolusi mental melibatkan proses kesadaran yang  melibatkan hegemoni kekuasaan. Kesadaran masyarakat yang kritis mengangkat orang yang sederhana ambil bagian dalam hegemoni. Revolusi mental sebagai bentuk kesadaran kritis dalam memperjuangkan dan memenangkan hegemoni politik, menyelamatkan konsensus serta perjuangan untuk mendapatkan hati dan pikiran rakyat. Artinya, Gramsci dalam pandangan tersebut mengandaikan adanya perkembangan perubahan kesadaran kelas sosial dan gerakan sosial dengan mengandalkan para peran intelektual organis dan kesadaran kritis untuk sampai ke tahap hegemoni.

Dalam konteks yang sederhana, “Sumut Paten” belum dapat menunjukkan gagasan wacana yang membangun kesadaran kritis bahwa sosok Erry Nuradi dapat membawa Sumut lebih unggul, karena keberhasilan Sumut dengan kabupaten/kota boleh jadi juga hasil kerja payah Walikota dan Bupati yang ada di Sumatera Utara. Namun melalui “Sumut Paten”, Erry Nuradi mampu memanfaatkan moment tersebut dalam keunggulan infrastruktur yang saat ini banyak di Sumut contohnya jalan tol Medan-Tebing bahkan rencana membuat jalan Tol Medan- Berastagi juga sudah terwacanakan dengan baik, mendapatkan sambutan yang positif dan sangat ditunggu-tunggu masyarakat, kendati demikian jika dilihat secara wacana kritis, proyek infrastruktur tersebut juga tidak terlepas dari political will pemerintah pusat. 

Mengambil pandangan Pierre Bourdieu dengan konsep habitus, maka Erry Nuradi saat ini memiliki dan menguasai infrastruktur birokrasi, akses ke pemerintah pusat serta posisinya juga sebagai ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) partai NasDem Sumut membuat geraknya menjadi lebih leluasa dan percaya diri untuk memimpin Sumut kembali. Dalam analisi simbol-simbol gambaran Sumut Paten juga dicitrakan dengan konsep dominasi berwarna biru yang secara politik menunjukkan identitas partai politik yang ia pimpin hingga saat ini.

Dalam website resmi www.sumutpaten.com yang banyak menampilkan aktivitas kedinasannya, salah satunya yang dapat dianalisi yakni pemberitaan tentang pejabat eselon 2 yang dilantik olehnya pada hari Senin, 10 April 2016 di kantor Gubernur Sumut. Dalam penegasan teks pemberitaan yang menjadi judul berita tersebut, Erry Nuradi berpesan kepada SKPD yang baru dilantik untuk “jangan mempermalukan instansi, jangan berbuat tercela, jangan KKN”. Dalam analisa kritis teks dan konteks dalam redaksi tersebut menjelaskan bahwa sebelum pelantikan, SKPD Pempropsu yakni kepala Dinas Pertambangan dan Energi  (Distamben) masuk dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Tim Saber Pungli Polda Sumut. Kejadian ini justru mengganggu wacana pelayanan publik yang bebas korupsi, dan pungli yang menjadi isu utama di Sumut, maka dalam kesempatan momen pelantikan SKPD tersebut, wacana agar SKPD yang dilantik harus menjankan amanah dengan sebaik-baiknya dan tidak melakukan tindakan yang dapat mencorong sebuah simbol pelayanan publik di Sumut dengan praktik-praktik korupsi dan pungli. 

Tentunya jargon sumut paten sebagai jargon politik dan simbol pelayanan publik menjadi wacana untuk memperoleh simpati dan perhatian masyarakat, namun dalam konteks pendidikan politik, tentunya masyarakat Sumut akan banyak belajar dalam penilaian kepala daerah baik itu dalam kondisi yang saat ini berjalan maupun yang akan datang dalam menghadapi momen-momen politik. Harapan dalam analisa wacana kritis ini dapat membangun kerangka berfikir dan kesadaran yang kritis untuk membangun Sumut yang lebih baik tidak hanya sebatas jargon politik namun menjadi fakta sosial. (tulisan ini sudah dimuat di Harian Sindo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Sumut Paten” dalam Analisa Wacana Kritis

Sumut Paten, kini sudah menjadi jargon politik dan ciri khas dari Gubernur Sumatera Utara, Ir. HT. Erry Nuradi, M.Si. Dalam berbaga...