Angkat Budaya Batak Lewat "Moro-Moro Toba"
Berawal dari hobi motret pemandangan alam dan
kebudayaan di danau toba, membuat Richard Berry Ginting kini doyan menghabiskan
waktunya untuk mempromosilkan adat budaya batak yang kental melekat di Sumatera
Utara.
Danau
Toba yang menjadi ikon pariwisata
Sumatera Utara ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun
mancanegara tidak henti-hentinya datang untuk berkunjung sekedar melihat pemandangan alamnya termasuk budaya nya
yang sudah mendunia.
Salah
satu daerah yang masih menjadi primadona wisata
yang menarik yakni
Tuk-Tuk di Pulau Samosir. Seperti yang
ketahui keunikan dari Pulau Samosir yaitu berada di tengah-tengah Danau Toba.
Selain daerahnya yang tenang, sejuk dan nyaman, Tuk-Tuk khas budaya batak masih
sangat terasa kental. Kesenian-kesenian batak seperti tari Tor-Tor, rumah adat,
hingga ukiran-ukiran yang ada dirumah adatnya merupakan peninggalan budaya yang
masih dapat dilihat di Tuk-tuk.
Ketertarikannya terhadap budaya batak membuat Richard
Berry Ginting yang akrab dipanggil Richard mengangkat motif Gorga yakni
ukiran-ukiran yang terdapat di rumah adat Batak menjadi corak pakaian.
“ Ukiran-ukiran Gorga sangat menarik dan
unik. Selain itu, motif Gorga dipilih karena motif ini memiliki lebih banyak
jenis dan variannya dibanding ukiran-ukiran lain. sangat disayangkan jika
ukiran-ukiran tersebut tidak banyak dikenal oleh masyarakat luas” ujar Richard
saat di temui di Medan.
Bersama
dengan ketiga orang temannya dan dibantu oleh dua orang seniman asli Gorga,
pria kelahiran 14 Oktober 1983 ini pun mulai mengangkat budaya Batak melalui
desain clothing yang diberi nama
“Moro-Moro Toba”. Hasil karya nya pun kini mendapat
respon yang positif serta dukungan
dari masyarakat yang tinggal di daerah Tuk-tuk.
Richard menceritakan , bahwa kata ‘Moro-Moro’ sendiri diambil dari bahasa
Finlandia yang artinya ‘Horas’ dalam bahasa Batak. Pemberian nama itu
didasarkan dari hasil pengamatan mereka terhadap turis dari mancanegara
terutama Finlandia yang sangat mencintai Tuk-Tuk karena kebanyakan turis yang
datang ke Tuk-Tuk berasal dari Finlandia. Bahkan mereka menjadikan Tuk-tuk
menjadi negara kedua mereka.
“Waktu saya ketemu turis Finlandia, Mereka
bilang kaos Moro-Moro Toba mewakili
budaya Batak. Saya pun mulai yakin melalui
kaos Moro-Moro Toba ini budaya Batak dapat lebih dikenal oleh wisatawan lokal
maupun Internasional” ujar Richard
yang juga alumni USU ini.
Saat ini impian terbesar bagi Richard adalah mengangkat
Gorga menjadi salah satu ikon untuk menjaring wisatawan dan mengangkat Tuk-Tuk
sebagai salah satu destinasi wisata utama di Sumatera Utara.
Selain
itu, prestasi yang kini patut di banggakan baginya, Marsada
Band yang merupakan band Batak yang
mengangkat musik-musik Batak akan
memulai turnya ke berbagai negara di benua Eropa di dalam bulan ini juga dengan mengenakan baju
Moro-Moro Toba dalam turnya sebagai ciri khas dari budaya Batak.
“Saya pun kini lebih yakin, budaya
batak beserta seni ukiran-ukirannya
tidak hanya dikenal oleh masyarakat setempat maupun masyarakat Indonesia saja,
namun akan dikenal hingga ke Mancanegara”
katanya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar