" Bisnis Menggiyurkan"
Perhelatan
Miss World 2013 yang lalu menjadi daya tarik sendiri bagi perancang tata busana
(desainer) muda asal Indonesia untuk
merancang gaun para kontestan untuk di tampilkan di ajang bertaraf
internasional ini. Berkat kegigihan serta kompetensi yang di miliki dari masing
masing perancang ,130 kontestan dari berbagai negara ikut memuji dan
mendapatkan tempat di hati para kontestan dari hasil karya desainer asal
Indonesia.
Beranjak
dari sana, pertumbuhan fashion design di berbagai Kota di Indonesia di harapkan
terus meningkat dan berinovasi sesuai dengan perkembangan zaman , agar cipta
karya anak bangsa dalam bidang busana fashion
tidak kalah ketinggalan dengan desiner desainer ternama dari luar
negeri. Sekaligus juga sebagai ajang mempromosikan kebudayaan bangsa Indonesia.
Lantas bagaimana perkembangan fashion di kota Medan?
Perkembangan
fashion di kota Medan sendiri masih dapat di katakan kalah pamor dengan
perkembangan fashion di kota kota lain di Indonesia, seperti di Jakarta, Bandung
dan Surabaya. Meskipun begitu, tidak sedikit pula, desainer ternama di ibu kota
awalnya banyak merintih karir di kota Medan. Salah satu gudangnya untuk
menciptakan desainer di kota Medan yakni berasal dari kampus Universitas Negeri
Medan yang memilki program studi (Prodi) Tata Busana di bawah naungan fakultas
teknik.
Sejak
didirikan pada tahun 1974, Prodi ini telah banyak menghasilkan lulusannya yang
sejalan dengan disiplin ilmu yang di pelajari di kampus, adapun visi misi dari
program studi ini yakni mempersipakan lulusannnya menjadi guru tata busana yang
profesional baik itu dalam pendidikan formal maupun non formal serta mewirausahakan
bidang tata busana atau dengan kata lain mencetak desainer muda yang berbakat.
Ketua
Prodi Tata Busana Unimed, Nurmaya Napitupulu mengatakan minat masyarakat untuk perkembangan fashion tata busana
semakin lama semakin meningkat, hal ini di tandai dengan animo mahasiswa baru
yang masuk ke prodi tata Busana tiap tahunnya semakin meningkat, tidak hanya
perempuan namun dari pria juga ada pertambahan.
“
Minat masyarakat untuk perkembangan tata busana semakin meningkat, menurut saya
ini karena trend fashion juga ikut berkembang dan punya peluang usaha yang
menjanjikan” ujar Nurmaya
Nurmaya
mengakui sebelumnya, mayoritas peminat jurusan tata busana ini berasal dari
siswi sekolah kejuruan, namun sekarang sudah berimbang dengan lulusan sekolah
umum. Tak heran juga peminat dari kejuruan ini di jadikan sebagai second class, namun berkat dukungan oleh
pemerintah, kejuruan sekarang menjadi prioritas untuk menghasilkan lulusan yang
siap pakai di dunia kerja dan usahawan. Maka tidak sedikit lulusan tata busana
yang akhirnya menjadi guru serta membuka usaha sendiri baik itu membuka butik
atau usaha konveksi.
“
Untuk tata busana di Unimed ini ada tiga konsentrasi ilmunya yakni, desainer,
produksi dan handycraft dan semuanya saling bersinergi untuk membentuk
kompetensi ilmunya ” katanya.
Untuk
memamerkan hasil karya mahasiswa tata busana Unimed ini, setiap tahunnya kampus
Unimed menggelar ajang pameran dan peragaan busana yang di tampilkan kepada
seluruh mahasiswa Unimed dan juga masyarakat banyak, agar tata busana itu tidak
dipandang sebelah mata, karena juga memerlukan skill dan kompetensi yang ikut
disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Bagi nurmaya sendiri, berbusana itu
tidak hanya sekedar memakai pakaian namun juga menunjukkan kepribadian.
“
Berbusana itu, berhubungan dengan kepribadian, jadi bagaimana busana yang di
pakai itu membuat pribadi kita nyaman , serta tampil percaya diri” kata ibu
yang sudah mengabdi selama 34 tahun ini.
Mengenai
tata busana daerah di Sumut sendiri, Nurmaya juga mengakui masyarakat sudah
banyak kehilangan pengetahuan tentang busana asli daerah yang umumnya di
gunakan untuk acara acara adat seperti pernikahan, pesta dan lain sebagainya
yang saat ini telah banyak di modifikasi, maka dari itu dirinya pun menuntun
mahasiswa untuk menciptakan busana tidak hanya berkiblat pada ibu kota dan luar negeri melainkan juga mengetahui asal
usul busana daerah sendiri.
“
Sumatera Utara itu berbagai macam suku budayanya, maka berbagai macam pula
busana daerah yang dimiliki, pengetahuan tentang busana daerah juga penting
agar kebudayaan kita tidah hilang “ katanya.
Begitu
juga di sampiakan oleh Dosen Tata Busana Unimed sekaligus desainer kota Medan,
Nining Tristanty yang mengatakan perkembangan fashion desainer di kota Medan
masih banyak di pengaruhi oleh perkembangan fashion dari ibu kota, hal ini di
karenakan, kota Medan sendiri belum memberikan media yang serius untuk
memamerkan hasil karya desainer asal kota Medan sendiri.
“
Kalau di Jakarta, Bandung itu kan ada pergelaran terbuka sendiri seperti pentas
karnaval di jalan serta ada juga fashion
show yang rutin di gelar, jadi ada medianya untuk desainer untuk mengasah
bakat yang akan di tampilkan dalam ajang yang bergengsi” kata Nining.
Untuk
kota Medan sendiri, Nining belum melihat ada perkembangan yang signifikan untuk
memamerkan produk produk desainer muda asal kota Medan, sehingga banyak di
peruntukkan untuk usaha pribadi masing masing. Hal ini juga membuat
perkembangan desainer kota Medan belum muncul kepermukaan di bandingkan
desainer kota kota lain.
“
Kalau saya melihat, desainer kota Medan ini punya bakat tidak kalah dengan yang
lain , namun belum ada saja salurannnya untuk berekpresi di ruang yang lebih
luas agar di pamerkan hasil karyanya
kepada masyarakat banyak ” kata Nining yang juga punya sekolah desainer d Medan
ini.
Menurut
Nining, hal ini tidak terlepas dari pemerintah untuk lebih peduli terhadap
perkembangan desainer di sumut dan Medan khususnya dengan memberikan ruang
sendiri untuk memamerkan hasil karya cipta busana , bukan hanya sebagai
memoentum pelengkap atau sebagai ajang pameran yang sifatnya seremonial saja
serta menagment tidak terkonsep dan tidak terbuka
“
Jika pemerintah daerah serius peduli dengan perkembangan desainer, saya optimis
Medan juga akan menjadi kiblat fashion tidak hanya Jakarta dan bandung” ucapnya.
Maka
dalam mewujudkan hal tersebut, di perlukan kepedulian pemerintah, serta
organisasi yang menaunginya yakni Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia
(APPMI), perguruan tinggi untuk saling bekerja sama mewujudkan dunia fashion di
kota Medan.
Sementara
itu, Salah seorang mahasiswa Tata busana Unimed, Yulita Sarikoto menjelaskan,
awalnya dirinya tidak tertarik untuk memasuki jurusan tata busana Unimed karena
pilihan pertamanya adalah Akuntansi,
“
Awalnya saya gak begitu tertarik dengan jurusan tata busana, karena saya ingin
jadi akuntan” kata Yulita yang juga keder HMI FT Unimed ini.
Karena
tidak tertariknya dengan jurusan ini, Yulita pun sempat berniat untuk pindah
kuliah di kampus lain, namun setelah di jalanin dan memiliki bakat , dirinya
mulai suka dan serius menekuni bidang tata busana.
“Saya jadi pengen desainer, karena punya peluang bisnis yang menjanjikan, dan
Alhamdulillah, cita cita saya juga di dukung oleh keluarga” kata mahasiswa
semester 5 ini.
Untuk
inspirasinya mendesain busana, Yulita banyak belajar pada perkembangan fashion
dari internet serta membaca majalah fashion. Jika ada masyarakat yang ingin di
desainkan bajunya, Yuli dengan percaya diri mengatakan mampu.
“Kalau
ada yang pengen di buatkan baju, saya sudah bisa buatkan” tuturnya.
Rholand Muary